Jumat, 20 Mei 2011

BUDIDAYA IKAN HIAS LIVE BEARER

1. PENDAHULUAN
Ikan hias cukup dikenal oleh masyarakat sebagai hiasan aquarium. Perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Dari sekian banyak jenis ikan hias, tidak semuanya telah dapat dibudidayakan. Dalam menternakkan ikan hias harus diperhatikan bahwa masing-masing jenis mempunyai sifat dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur ataupun menyusun sarangnya.
Ikan Guppy
Ikan Molly
Ikan Platy
Ikan Sword Tail
Cara perkembangbiakkan ikan hias ada beberapa macam:
  1. Ikan-ikan hias yang beranak.
  2. Ikan-ikan hias yang bertelur berserakan.
  3. Ikan-ikan hias yang meletakkan telurnya pada suatu subtrat.
  4. Ikan-ikan hias yang menetaskan telurnya dalam sarang busa.
  5. Ikan-ikan yang mengeramkan telurnya di dalam mulut.
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai cara-cara pemeliharaan ikan hias yang beranak (live bearer), misalnya:
  1. Ikan Guppy (Poecilia reticulata Guppy)
  2. Ikan Molly (Poelicia latipinna Sailfin molly)
  3. Ikan Platy (Xiphophorus maculatus Platy)
  4. Ikan Sword tail (Xiphophorus helleri Sword tail)
2. CIRI-CIRI INDUK JANTAN DAN BETINA
  1. Induk Jantan
    1. Mempunyai gonopodium (berupa tonjolan dibelakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal yang berupa menjadi sirip yang panjang.
    2. Tubuhnya rampaing.
    3. Warnanya lebih cerah.
    4. Sirip punggung lebih panjang.
    5. Kepalanya besar.
  2. Induk Betina
    1. Dibelakang sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa sirip halus.
    2. Tubuhnya gemuk
    3. Warnanya kurang cerah.
    4. Sirip punggung biasa.
    5. Kepalanya agak runcing.
3. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMELIHARAAN
  1. Air yang diperlukan adalah ari yang cukup mengandung Oksigen (O2) dan jernih.
  2. Suhu air berkisar antara 15 ~ 27°C.
  3. pH yang disukai agak sedikit alkalis, yaitu berkisar 7 ~ 8.
  4. Makanan yang diberikan dapat berupa makanan alami (cuk, cacing, kutu air) dan makanan buatan, diberikan secukupnya.
4. TEKNIK PEMIJAHAN
  1. Pemilihan induk. Pilihlah induk yang berukuran relatif besar, bentuk tubuh yang mengembung serta mempunyai warna yang indah.
  2. Induk-induk yang telah dipilih dimasukkan dalam satu bak untuk beberapa pasang induk. Namun apabila menghendaki keturunan tertentu dapat pula dilakukan dengan cara memisahkan dalam bak tersendiri sepasang-sepasang.
  3. Bak-bak pemijahan harus dikontrol setiap hari. Setelah lahir, anak-anak ikan harus cepat-cepat diambil dan dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan oleh induknya.
5. PERAWATAN BENIH
  1. Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 ~ 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah direbus dan dihancurkan.
  2. Setelah mencapai ukuran medium (2 ~ 3 cm) dapat diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 ~ 7 cm) dapat diberi makanan cuk.
  3. Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dll.
  4. Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari, hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat meerusak kualitas air.
  5. Pergantian air. Air dalam bak atau aquarium jangan sampai kotor/keruh, karena dapat menyebabkan kematian anak ikan. Kotoran dapat dibersihkan setiap 2 ~ 3 hari sekali dengan cara disiphon, air yang terbuang pada waktu penyiphonan sebanyak 10 ~20% dapat diganti dengan air yang baru.
6. PENUTUP
Budidaya ikan live bearer ini sangat mudah dan mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Untuk satu pasang ikan dapat menghasilkan 50 sampai 100 ekar ikan untuk satu kali pemijahan, dengan harga perekor Rp. 25,-sampai Rp. 75,-. Jenis ikan ini juga merupakan ikan hias yang dapat di eksport misalnya: ikan Guppy. Dengan teknik pemeliharaan yang tepat dan ketekunan yang tinggi akan didapat hasil dengan warna yang sangat indah.
7. SUMBER
Dinas Perikanan DKI Jakarta, Jakarta, 1996

Rabu, 11 Mei 2011

Serpae ( Hypherssobbrycon serpae ), Ikan Pajangan Yang Atraktif


Ikan tetra ternyata bukan hanya neon, kongo atau kaisar. Tapi masih ada beberapa lagi, salah satunya yang lain itu adalah Serpae. Memelihara ikan yang satu ini merupakan suatu keasyikan tersendiri. Sebab, kemana-mana ia selalu bergerombol. Gerakan manuver bergerombolan itulah yang membuat kita betah memandangnya. 
Kalau ingin menikmati kelebihan serpae sebagai ikan pajangan yang atraktif, tempatkanlah 8 - 12 ekor ikan yang bisa mencapai panjang 4 cm ini dalam sebuah akuarium besar. Disana mereka bisa lebih leluasa melakukan gerakan-gerakan atraktif yang penuh pesona. Lebih-lebih kalau pencahayaannya didalam tempat tinggalnya itu baik. Meskipun ia datang dari jauh, dari sungai-sungai besar di Brasil dan Guyana, Amerika Selatan, terrnyata serpae cocok dan betah tinggal di Indonesia. Karena iklim disini sama dengan daerah asalnya, tropis.
Dalam hidupnya, serpae menghendaki air yang bersih, lunak dan sedikit asam dengan pH 6,6 - 6,9. Kesadahan sekitar 60 - 100 ppm. Suhu yang ia kehendaki berkisar antara 24 - 26 derajat Celcius. Soal makan, ikan ini tidak terlalu rewel, hampir semua jenis makanan ia doyan. Hanya kalau ia nanti mau dipijahkan, sebaiknya dipilih jenis makanan yang tidak mengandung lemak. Misalnya seperti jentik-jentik nyamuk atau makanan khas induk lainnya.
Daya tarik lain serpae adalah warna tubuhnya. Sekilas badannya tampak keperak-perakan hingga kuning keemasan. Punggungnya berwarna hijau zaitun. Bagian perut, bervariasi, kadang kuning, hijau, pelangi atau keperak-perakan. Pada waktu tertentu, badan serpae tampak berwarna merah cerah. Terutama badan bagian belakang, sirip punggung berwarna hitam dengan dasar merah dan pinggirannya kuning keemasan. Sirip anus dan ekor berwarna merah dengan bayangan garis hitam yang samar-samar. Antara ikan jantan dan betina, perbedaan warnanya sangat mencolok. Ikan jantan, ikan jantan warnanya relatif lebih cemerlang, sedangkan yang betina suram dan kurang menarik.

Gesit dan Agresif
Alasan orang memilih serpae sebagai penghuni akuarium, disamping warnanya yang indah, juga karena ia agresif dan gesit dalam bergerak. Hal ini dimungkinkan karena bentuk tubuhnya yang kecil, ditambah lagi oleh kebiasaannya di alam. Di alam aslinya, ikan-ikan ini hidup dalam perairan yang berarus deras, disungai-sungai besar seperti Amazon. Karena itu jangan heran bila serpae tidak bisa diam di dalam akuarium, berenang hilir mudik kesana kemari. Sifat dasar ikan serpae, sebenarnya pendamai. terutama bila ia dipelihara bersama-sama dengan yang sejenis dan seukuran. Namun akan lain ceritanya, kalau ia dicampur dengan yang tidak sejenis. Atau sejenis tapi tak seukuran. Bila itu ia merasa seterunya, maka bagi yang merasa paling besar dan kuat, akan melukai yang lemah. Sehingga yang menjadi korban bisa babak belur dibuatnya, bahkan bisa sampai mati.

Pemijahan
Serpae termasuk ikan yang mudah dipijahkan. Kesulitannya hanya pada waktu menentukan jantan dan betina saja. Itupun kalau dilakukan secara individu. Karena antara ikan jantan dan betina kelihatannya sangat mirip. Tapi bila penentuannya dilakukan secara seksama, kesulitan itu bisa diatasi. Selain warnanya lebih cerah, ikan jantan dewasa mempunyai bentuk tubuh yang lebih ramping, jika dibandingkan dengan yang betina. 
Untuk pemijahan, sebaiknya calon induk dipilih  dari segerombolan ikan. Calon induk yang telah lolos seleksi, dipelihara secara terpisah. Mereka diberi makan yang cukup memngandung gizi. Jika sudah terlihat ada yang matang kelamin, berarti sudah bisa disiapkan tempat pemijahannya. Ikan betina yang matang kelamin ditandai oleh bagian perut yang agak membengkak. Sedangkan yang jantan biasanya kalau sedang birahi, ia tak pernah bisa diam, gelisah dan mondar mandir kesana kesini.
Pemijahan bisa dilakukan dalam sebuah akuarium ukuran ( volume ) 10 -15 liter. Air yang dipakai sebagai media, jangan yang terlalu keras. Suhunya dipertahankan sekitar 24 derajat Celcius. Ke dalam akuarium  tersebut perlu diberi tanaman air seperti Cabomba, Myriophyllum atau Hydrilla. Tanaman harus bersih, bebas dari hama dan penyakit.
Ketika memasukkan induk ke dalam akuarium pemijahan, masukkan dulu yang jantan, beberapa saat kemudian baru disusul  oleh betina. Bila keduanya sudah berada dalam satu tempat, biasanya yang jantan akan mengambil inisiatif untuk merayu yang betina. Pertama ia berlenggak-lenggok dihadapan betina, kemudian mengitari, lalu memepet betina dengan sangat agresif dan bernafsu. Ketika itulah secara bersamaan yang berlangsung hanya beberapa detik saja, induk betina melepaskan telur dan induk jantan menyemprotkan spermanya. Kejadian seperti itu, dilakukan berulang-ulang sampai kira-kira 20 kali, selama 2 - 4 jam.
Sepasang induk yang baik dan sehat, sanggup menghasilkan ratusan butir telur. Selesai pemijahan, kedua induk harus dipisahkan dari telurnya. Tempat pemijahan itu kini berubah fungsinya sebagai tempat penetasan.
Telur-telur akan menetas setelah 24 jam, dari situlah akan dihasilkan larva kurang lebih sebanyak 300 ekor. Larva sebanyak itu tidak perlu diberi makan, karena mereka masih membawa cadangan makanan berupa kuning telur di perutnya. Baru setelah umur 3 hari, larva diberi makan infusoria. Umur 2 minggu anak-anak serpae sudah kuat berenang dan saat itulah mereka bisa diberi artemia atau makanan hidup lainnya yang sesuai ukuran mulutnya.





Sumber : Suara Karya, 20 November 1991. ( Dokumentasi Trubus ).

Congo tetra (Phenacogrammus interruptus)


Bagi penggemar maupun pembudidaya ikan hias air tawar, Congo tetra tentu tidak terlalu asing. Selain cantik, Congo yang merupakan salah satu keluarga Characidae, juga bisa mencapai ukuran besar dibandingkan dengan ikan - ikan tetra lainnya. Congo betina bisa tumbuh sampai 6 cm, sedangkan yang jantan malah bisa mencapai 8 cm.
Dari namanya, kita sudah bisa menerka, kalau ikan yang bila berenang suka bergerombol ini, bukan asli Indonesia. Tepatnya ia berasal dari perairan umum Congo di benua Afrika.
Sepintas, Congo kelihatannya istimewa, terutama yang betina. Sosoknya biasa saja, seperti ikan kebanyakan. Tapi mengapa Congo cukup dikenal dikalangan pembudidaya ikan hias ? Pasti ada sesuatu tentang ikan ini. Namun yang jelas, seperti juga beberapa ikan introduksi lain, ternyata Congo cocok dan bisa dikembangkan di Indonesia. Disisi lain, secara ekonomis Congo termasuk menguntungkan bila diusahakan secara serius.
Dalam dunia perikanhiasan, Congo memang belum sejajar dengan Discus, atau ikan - ikan hias mahal lainnya. Tetapi dari segi bisnis ikan hias, jelas Congo masih diatas rata - rata jenis ikan sekerabatnya. Ini dimungkinkan karena tidak semua orang mampu mengembangbiakan Congo.
Ikan yang pada kedua sisi, kiri dan kanan badannya ditutupi oleh sisik besar ini, akan memancarkan warna lembayung (violet) bila diterpa oleh cahaya lampu. Tubuh Congo terdiri dari kombinasi warna - warna pelangi, sehingga ia tampak cemerlang bila sedang meliuk - liuk didalam akuarium yang terang.
Demikian pula dengan sirip - siripnya, berwarna kereah - merahan dengan kombinasi violet pada bagian pinggirnya.
Daya tarik lain dari Congo adalah bentuk siripnya. Pada ikan jantan, jari - jari sirip punggung sangat panjang, sehingga menyerupai rumbai. Hal yang sama juga terdapat pada sirip ekor. Diantara cagak ekor tumbuh jari - jari sirip memanjang seperti kucir. Bentuk yang demikian tidak terlihat pada ikan betina. Sehingga secara visual dengan mudah kita bisa membedakan antara jantan dan betina.

Kiat kawinkan Congo Tetra
Kunci keberhasilan pemijahan ikan yang bersifat pendamai ini, sebenarnya terletak pada pH dan kesadahan air. Hal ini telah dibuktikan oleh Dr. Meder - seorang ahli ikan hias Jerman.
Dr. Meder berhasil mengawinkan Congo dengan cara menurunkan pH air dibawah 6 dan kesadahan tidak melebihi 6 DH (Degrees of Hardness). Caranya, air yang akan dipakai untuk pemijahan, ia campur dengan 10 liter air yang telah ditambahkan 1/10 butir asam tanik (tanic acid). Sebelum digunakan, campuran air itu harus diendapkan dulu selama 2 - 3 hari, begitu Meder menyarankan.
Cara lain juga yang populer, yang berkaitan dengan pH dan kesadahan, adalah cara "meng-asamkan air". Air yang akan dipakai untuk pemijahan, dilewati melalui saringan "lumut bahan pembakar" (peat moss), yaitu berupa filter yang berisi sabut kelapa. Sehingga air berubah warna menjadi kuning sawo. Sebelum digunakan, air ini dicampur dulu dengan 10 liter air yang telah diberi garam dapur yang tidak beryodium sebanyak 1 (satu) sendok teh. Maksudnya sebagai disinfektan. Sehingga telur dan sperma induk nantinya tidak mudah terserang jamur atau penyakit.
Karena Congo suka bergerombol, ada baiknya kalau tempat untuk pemijahan disediakan akuarium yang berukuran besar. Untuk mengawinkan induk sebanyak 2 ekor jantan dengan 6 ekor betina (1 : 3) bisa digunakan akuarium ukuran 100 X 50 X 50 cm, dengan tinggi air sekitar 40 cm.
Jika sehari - hari, Congo betah pada suhu antara 22 - 29 derajat Celcius, maka pada waktu pemijahan harus diusahakan sekitar 24,4 derajat Celcius. Kemudian yang tidak kalah penting adalah karena sifat telur Congo yang sedikit menempel, maka perlu adanya suatu subtrat untuk tempat menempel. Biasanya digunakan tanaman air yang agak lunak seperti hydrilla, tentunya yang sudah bebas dari hama dan bibit penyakit.
Jika semua persiapan telah selesai, tibalah saatnya kita memasukkan induk - induk yang telah matang kelamin. Induk yang baik umumnya sudah berumur 1 (satu) tahun dengan panjang lebih dari 5 cm. Agar tidak keliru, selain berbeda sirip punggungnya dan sirip ekor, induk jantan umumnya berwarna lebih cerah. Sedangkan yang betina agak pucat.
Pemijahan biasanya terjadi stelah 3 - 4 hari sejak induk - induk dilepaskan. Setelah kelihatan tanda - tanda pemijahan berakhir, induk - induk sudah bisa dipindahkan ke tempat (akuarium) yang lain.
Menurut Dr. Meder, telur Congo baru menetas setelah 6 hari. Dan dalam waktu 24 - 36 jam kemudian, benih - benih sudah kelihatan berenang dengan bebas. Pada umur 3 hari, benih Congo sudah bisa diberikan makanan hidup berupa infusoria, atau artemia yang baru menetas. Seminggu kemudian, ukuran makanan yang diberikan bisa ditingkatkan, misalnya kutu air saring. Setelah itu, ukuran makanan disesuaikan dengan ukuran ikan.


Sumber : Suara Karya ( 13 Maret 1990 ), Dok. Trubus.